Dunia dalam Satu Kota



Kereta Freccia Rossa sekarang dalam perjalanan membawaku pulang kembali yang akan berakhir di Stasiun Venezia Mestre. Perjalanan yang terasa di bawa mundur ke ribuan atau bahkan jutaan tahun silam. Tentang segala peradaban manusia dari banyak zaman.

Torino, kota yang namanya baru aku dengar belum ada seminggu aku singgah di Italia. Bukan karena keingintahuanku yang besar waktu itu tapi karena host-sisterku Irene sedang merantau disana. Bukan karena aku sama sekali tidak ingin tahu, melainkan aku sedang dilanda banyak ketakutan dan kekhawatiran untuk memulai 10 bulan, once in a lifetime.

Awal Oktober tahun lalu Torino mengenalkanku dengan pegunungan di daerah Bardonecchia yang berbatasan dengan Prancis saat daun sedang riangnya berubah warna yang memberi pemandangan gradasi dari hijau - kuning menuju coklat. Nah kali kedua ini, aku punya cerita tentang melihat dunia ribuan tahun silam.

-

Ternyata, tentang Fir’aun yang dikenal kekejamannya dan kelancangannya mengaku Tuhan, Kota Roma yang pernah memiliki kekuasaan besar tanpa ampun, penjelajahan samudera Vasco da Gama, Marcopolo dan lainnya masih tidak akan aku tahu keutuhan ceritanya kalau sekedar mengandalkan pelajaran di kelas. Tulang manusia yang masih bisa dilihat yang berumur ribuan tahun, berkat peradaban yang dibangun masyarakat Mesir tempo dahulu yang biasa kita kenal dengan mumi.

Masih saja penuh misteri. Aku ingat dari sebuah buku yang aku baca beberapa tahun silam waktu masih bangku merah-putih, yang aku pinjam dari perpustakaan daerah Temanggung, masa itu ilmu pengetahuan baru hanya boleh diketahui ilmuwan dan raja dan tidak disebarluaskan ke dunia atau minimal ke masyarakat kerajaan. Bayanganku sekarang, gimana mati-matiannya ilmuwan zaman setelah itu sampai zaman now mengusik jeli ‘apa yang telah terjadi pada peradaban yang terbangun di masa lampau’. Kalau bukan karena akal yang dikaruniai Allah dengan apa ini semua bisa terekam rapi di banyak museum ?

Aku bukan perempuan yang pandai menuliskan sejarah, tapi aku sedang belajar menuliskan kumpulan rasa-emosi yang baru saja numpang di kehidupanku. Beruntungnya, Italia yang kaya sejarah mengantarkanku mengenalnya. Bermula dari kunjungan ke Museo Gipsy atau Museum Mesir yang banyak menyimpan mumi manusia dan alat-alat kehidupan masa lalu. Rambutnya pun ada yang masih awet. Yang selalu penuh misteri dari peradaban Mesir kuno adalah setiap huruf dan gambaran manusia yang unik. Mengingatkan bahwa manusia selalu diberi kecerdasan dalam segala zaman. Sampai makanan yang masih diawetkan, karena mereka percaya kalau mati pun jasad manusia tetap butuh makanan.

Bukti-bukti sejarah yang menyatakan kalau peninggalan peradaban Mesir Kuno punya ikatan kuat dengan Kota Roma, bahkan dengan Torino. Peninggalannya pun ada yang ditemukan di Roma bukan hanya di Mesir. Yang kalau ditarik garis ke bawah ada ikatan kuat dari Italia ke Mesir. Apa coba kira-kira ?

Ruang-ruang museum yang dimodifikasi bercampur dengan bangunan ala Italia berhasil mengajakku melihat ke masa lalu. Uniknya baru kali ini ada museum yang menyediakan semacam gadget yang terekam banyak penjelasan dan kita bisa pilih bahasa (re : bahasa yang udah banyak dipakai di dunia internasional) jadi engga perlu repot nyediain guide.

Peradaban yang selalu bikin begidik ngeri karena bagian tubuh manusia yang diawetkan, dan masih bisa kita liat sisa kulitnya bahkan. Mengingatkan kalo kita hidup hanya sementara dan pasti bakal jadi tulang di dalam tanah. Tapi jiwa kita tetap hidup insyaAllah.

-

Lalu Museum tepat di Piazza Castello, Torino Centro.

Iya, unik banget dengan lantai kaca yang kita bisa liat bangunan di bawahnya. Entah dulu apa fungsi bangunan tua ini di Italia. Aku berasa di ajak ke ruang masa lalu dilengkapi ilustrasi peta dunia yang banyak macemnya, ada yang ilustrasi perjalanan para penjelajah samudra, eksplorasi agama Islam, Imperium Romawi, tempat ibadah sakral di dunia buat setiap agama. Dunia ini penuh kejadian kemanusiaan yang bikin haru, bikin merasa aku kecil. 

Dulu di Amerika, aku tergiris liat Holocaust Museum saksi kekejaman Adolf Hitler. Tambah ketemu langsung survivor Holocaust yang diselamatkan perempuan Jawa di Belanda. Sekarang, di Italia kota kecil yang aku tinggali hampir manusianya tak bersisa karena bagian dari kekejaman Hitler yang dibawa ke camp untuk di ‘matikan’ dengan gas beracun.

Museum ini dengan singkat tapi jeli ngajak pengunjung berfikir lagi dan lagi, kalau zaman ini engga terlepas dari perjuangan manusia-manusia di masa lampau. Tapi sedihnya ngga tercantum nama Ibnu-Batutta yang juga penjelajah besar dunia yang beragama islam. Yang jauh lebih dulu memberanikan diri memulai penjelajahan dari Vasco da Gama. Karena itu, semangat buat terus menjelajah dan mengenal dunia semakin besar. 

Sekilas begitu dulu olahan rasa dan pikiran yang buat aku semakin merenungi tanpa menghilangkan kenikmatan dari sebuah perjalanan. Jangan lupa lihat masa depan tapi juga tengok yang ada di belakang. Buat apa coba merasa jadi manusia modern yang ‘katanya’ lebih maju dari zaman dulu. Padahal nyatanya (?)


Kereta Freccia Rossa - Ruang tidur rumah (yang masih Januari tapi udah diterpa matahari lewat jendela kamar),


28-29 Januari 2018

Ulima Nabila Adinta

0 komentar