Where African Refugees Go ?


“Yes, they come here because they might be think they’ll have better life, job here. But it’s wrong, it can be like that 9 years ago. But now it’s totally different even Italian people are not easy to getting job.”

In the name of Allah.

Tentang kemanusiaan memang ngga akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Sebelum exchange, aku banyak mengetahui tentang negeri Eropa hanya lewat cerita, berita, dan banyak media lainnya.

Hal yang selalu terdengar tentang Eropa adalah kedatangan banyak refugees atau pengungsi dari Afrika tanpa henti setiap waktu. Sebagai manusia banyak pandangan subyektif yang akhirnya aku baru bisa simpan sendiri di pikiranku atau hanya sekedar diskusi kecil yang dipenuhi rasa iba.
Masih ada banyak warga dunia yang belum merasa save dengan hidupnya, bahkan di tanah kelahirannya sendiri. Tapi apa yang aku lihat setelah hampir dua bulan masa exchange-ku ? Here we go,




Cerita ini akan menjadi sangat subyektif karena boleh jadi dari perspektif personal-emotions atas obrolanku dengan orang-orang Eropa terdekatku disini. Ngga ada yang salah untuk diceritakan kan ? Bukan hanya iba yang aku rasakan tapi berubah menjadi sangat campur aduk. Aku melihat secara nyata orang-orang afrika yang ada di sekelilingku dan mereka sedikit terasing, karena keherananku akhirnya aku tanya ke host sister-ku Anna.

Bar Perin kesukaan kita buat makan gelato selepas pulang Italian course biasanya,

“Anna why a lot of Africans people coming to Italy and I saw that also islam people here are came from Morocco”

“Yes, they come here because they might be think they’ll have better life, job here. But it’s wrong, it can be like that 9 years ago. But now it’s totally different even Italian people are not easy to getting job.”

Orang-orang Afrika yang sedang dilanda peperangan tanpa henti mencari suaka dan kehidupan baru di Italy. Mereka datang dan berharap bisa punya pekerjaan dan kehidupan lebih baik, tapi orang-orang Italy belum siap dan menerima kedatangan mereka dengan baik. Kata Anna, sederhananya kaya bersihin jalan bukan lagi pekerjaan orang Italy dan ngga begitu dibutuhkan tapi orang-orang Afrika banyak yang melakukan itu. Semacam ini yang sangat weird buat orang Italy.

Dan aku banyak melihat mereka dengan wajah hopeless setiap hari sepulang sekolah atau di bis. Soal banyaknya orang muslim juga jarang yang asli Italy, rata-rata dari Morocco kadang juga dari Bosnia kaya dua temenku si Chaimaa dari Morocco dan Medina dari Bosnia. But, they’re different, they live as well here. Sayangnya sedikit yang begitu.

-

Lalu karena aku merasa obrolan sore dengan gelato di Bar Perin sama Anna belum cukup, di suatu weekend hari Sabtu siang aku tanya Mamma Linda, host mom-ku.

Completely beliau sampe bawa atlas buat nunjukin darimana datangnya mereka. Setiap hari di Sicily, pulau terbawah Italy datang refugees dari Libia melewati Laut Mediterania. Juga dari Tunisia tapi ngga sebanyak Libia. Mereka datang dengan keberanian menanggung banyak resiko kematian, karena kapal yang mereka pakai rata-rata berumur tua dan ngga menjamin savety ditambah jumlah muatan yang melebihi dari kekuatan. Bahkan banyak yang terlanjur mati tenggelam di laut sebelum sampai. Sedih ? Iya sangat ngebayanginnya demi kehidupan yang belum menjamin akan lebih baik.
Lalu darimana lagi ? kalo dilihat secara global datang ke Eropa,

Syirian Refugees memilih jalur melalui Turki lalu datang ke Greece atau Yunani menuju Eropa. Sedang Moroccon datang nyebrang sebentar ke Spanyol melalui laut, kalo dilihat di peta jaraknya memang sangat dekat. European karena belum totally accept mereka di setiap perbatasan menyiapkan pasukan bersenjata. Tanpa ampun para refugees ditembak tanpa henti. Semakin iba dan kasihan ngebayanginnya apalagi Mamma Linda kalo cerita dengan intonasi yang lugas dan berusaha sejelas mungkin. Tapi juga siapa yang akan melindungi mereka di negara baru tanpa punya pemerintahan ? Ngga kaya kita yang dilindungi negara dimanapun.

Kata Mamma sekitar satu bulan lebih yang lalu banyak anak-anak kecil terdampar disini tanpa orang tua. Innalillahi, betapa hidup mereka ngga dipenuhi ketakutan tanpa orang tua dan di negara yang mereka pun ngga tau bahasanya ? Aku ngga ngebayangin seberapa suramnya hidup ke depannya dalam bayangan mereka ? Naas, aku masih jauh lebih beruntung hidup di negara tanpa peperangan fisik. Tanpa suara bom atau dentuman besar lain setiap harinya.

banyak anak-anak kecil terdampar disini tanpa orang tua. Innalillahi, betapa hidup mereka ngga dipenuhi ketakutan tanpa orang tua dan di negara yang mereka pun ngga tau bahasanya ? Aku ngga ngebayangin seberapa suramnya hidup ke depannya dalam bayangan mereka ?
-

Anyway host family-ku (re: De Pellegrini Family) juga pernah ditinggali sama orang Liberia namanya Luis. Dia datang ke Italy tahun 2002 dan berjuang hidup dengan menjual kaos kaki, karena De Pellegrini Family merasa iba dan juga melihat kegigihan Luis buat belajar Luis tinggal di rumah sejak 2005. Nah setelah dua tahun setelah itu di 2007, Luis minta tolong supaya dia bisa menikahi Zitta juga dari Liberia dan bisa dibawa ke Italy. Akhirnya De Pellegrini Family bantu dan mereka bisa menikah, semangat belajarnya juga ngga kunjung pupus.

Karena semangat belajarnya mereka pergi ke Finlandia buat lanjut kuliah di universitas tahun 2009. Subhanallah, mereka termasuk yang beda kata Mamma, dipenuhi hard-working yang tinggi. Ngga banyak yang kaya mereka, sedang ada temen Dario suami Anna yang satu tempat kerja di pembuatan roti, he’s African. He's the other one who get lucky because his hard-working.

Gimana menurut orang Italia yang lain ?

I saw a lot of man, so where is the woman ? Are they leave them in their country ? I don’t know but I think this is big problem. The world so crazy right now.”

Karena aku tipikal orang yang mudah merasa iba dengan orang yang homeless jadi aku penuhi rasa penasaranku dengan tanya ke Natasha Mia, dia Returnee AFS Malaysia putri dari guru karateku yang sekarang tinggal di Innsbruck, Austria.

Sembari ngobrol banyak hal soal student exchange, Italy, Malaysia, Indonesia dan kehidupan di bar kecil Longarone. Sampai di titik aku tanya soal  African. Kata dia,

“Yes I saw a lot African that increase every day here. Also when I was in the border between Austria and Italy there are a lot of African wants to go to Austria but a lot of Police stop them. Then they should back to Italy. 

I appreciate if they do hardworking but if they just lazy just stay in their country. I saw a lot of man, so where is the woman ? Are they leave them in their country ? I don’t know but I think this is big problem. The world so crazy right now.”

Aku jadi melihat secara real meskipun baru terbatas di placement-ku di Italy. Tapi lihat ? betapa mereka terlihat homeless, actually aku ngga pernah tau how’s their feelings meskipun terlihat terdiskriminasi sesederhana dengan tatapan tajam european. Who know's mereka merasa lebih save, better life dan jauh dari peperangan ?

Tapi boleh jadi cerita soal kedatangan refugees bakal beda di negara Eropa lainnya. Cerita dari Lionel Erico AFS Switzerland temenku agak berbeda keadaannya dengan di Italy,

"Kalo di Swiss lumayan banyak, karena kata hostfam emang pada nerima refugees gitu, awalnya gw ngerasa kasian gitukan denger cerita mereka refugees, cuma setelah gw liat, yang di Swiss ini bener2 ga kayak refugees lagi (gatau ya kalo di itali hehe), dari segi pakaian udah modish, malah kebanyakan dari mereka ngumpul di jalan sambil bawa kaleng bir..

Kesan homeless nya itu udah bener-bener gaada jadinya, terus gw juga pernah ngobrol ama tetangga yg kebetulan orang indo, dulu swiss itu bener2 aman, cuma sejak banyak refugees datang, udah ga seaman dulu lagi"

-

Banyak perspektif yang aku dapetin, sesederhana dengan ngobrol biasa sampe obrolan yang serius. Ternyata kalo ngomongin kemanusiaan dan kehidupan ngga akan pernah ada habisnya. Karena bumi masih terus berputar, masih banyak manusia yang belum tentram dan ngga sedikit pula yang sudah sangat tentram ? exchange membuatku semakin kaya hati dan feelings, traveling membuatku mengenal lebih banyak manusia.


Hidup ngga melulu soal manusia yang kita kenal dan satu ras dengan kita. Hei, lihat meskipun sekedar lewat media tapi seenggaknya mengenalkan kita kabar dari bagian dunia yang lain.

Lewat tulisan ini aku cuma pingin sedikit bercerita tentang mata dan hati yang ngga pernah berhenti melihat dan merasa, pun indra yang lain yang kita punya. Toh buat apa perjalanan kalo hanya disimpen sendiri ? Boleh jadi tulisan ini ngga seutuhnya benar ya karena berputar di pendapat-pendapat orang Eropa soal African Refugees.

Anyway boleh jadi yang aku tulis juga ngga seutuhnya benar karena berdasar pendapat banyak orang yang aku rangkum sendiri. That's why aku bakal seneng banget kalo ada yang juga pernah merasa menemukan hal sama lalu berbagi.

Terlepas dari hard-working atau enggaknya para Refugees yang datang ke Eropa, tapi satu hal yang penting buatku bahwa setiap manusia berhak punya kehidupan sesuai apa yang mereka usahakan, ngga seharusnya manusia merasa menang sendiri tanpa melihat banyak yang masih di posisi bawah sesederhana merasakan hangatnya keluarga kecil atau pun keluarga satu negara. 

Semoga kita tetap diberi hati buat saling mengasihi sesama manusia :)



Longarone, 7-8 November 2017

-Ulima Nabila Adinta-

0 komentar